LENSANEGERI - Seorang ibu hamil bernama Irene Sokoy dan bayi yang dikandungnya meninggal setelah ditolak empat rumah sakit di Jayapura, Papua, Minggu, 16 November 2025. Keluarga menyebut Irene tak mendapatkan penanganan medis yang memadai hingga akhirnya wafat.
Gubernur Papua Mathius Derek Fakhiri mengecam keras kejadian itu. Ia mengultimatum seluruh fasilitas kesehatan di Papua agar tidak lagi menolak pasien dalam kondisi apa pun, termasuk pasien yang tidak mampu membayar. “Sanksi tegas akan diberikan bagi fasilitas kesehatan yang menolak pasien,” katanya.
Kronologi
Menurut penuturan keluarga, Irene mengalami pecah ketuban pada Minggu pagi. Ia pertama kali dibawa ke rumah sakit A, namun ditolak dengan alasan kamar bersalin penuh.
Keluarga kemudian membawa Irene ke rumah sakit B. Di sana, ia balik ditolak karena administrasi BPJS belum lengkap. Kondisinya semakin memburuk.
Upaya berlanjut ke rumah sakit C, tapi dokter spesialis kandungan tidak berada di tempat. Irene hanya diperiksa singkat lalu dirujuk tanpa tindakan.
Rumah sakit terakhir, rumah sakit D, juga meminta keluarga mencari rujukan lain dengan alasan fasilitas neonatal terbatas. Irene akhirnya meninggal dalam perjalanan. Bayinya tak berhasil diselamatkan.
Kegagalan Sistem
Kepala Dinas Kesehatan Papua Arry Pongtiku menyatakan kasus ini menunjukkan kegagalan sistem rujukan dan penanganan kegawatdaruratan. “Semua lini harus bertanggung jawab,” ujarnya. Arry menyebut pemerintah akan melakukan audit layanan darurat di semua rumah sakit.
Ancaman Maladministrasi
Pengamat kebijakan publik Papua, Methodius Kossay, menilai persoalan ini terkait tata kelola layanan publik, bukan sekadar teknis medis.
“Rumah sakit beroperasi sebagai pelayanan publik yang wajib menjamin hak kesehatan warga. Penolakan pasien adalah bentuk maladministrasi,” kata Methodius. Ia mendesak adanya transparansi investigasi dan pemulihan hak keluarga korban.
Pemeriksaan Berlanjut
Pemprov Papua bersama Ombudsman dan Dinas Kesehatan akan memanggil seluruh direktur rumah sakit yang terlibat. Keluarga menyatakan siap memberikan keterangan lengkap agar peristiwa serupa tidak terulang.


