Iklan


 

 


Advertisement (Left)

Satpol PP Selayar dan Bisnis di Balik Penertiban

01 November, 2025, 16:31 WIB Last Updated 2025-11-20T02:39:28Z
masukkan script iklan disini
masukkan script iklan disini

 


LENSANEGERI – Aroma permainan di tubuh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Kepulauan Selayar makin menyengat. Di balik operasi penertiban yang digelar saban bulan, terselip praktik pengamanan berbayar dan pembiaran terstruktur terhadap sejumlah pelanggaran peraturan daerah.


Sejumlah sumber yang ditemui Awak Media  mengungkap, sebagian oknum di internal Satpol PP diduga menjadikan pelanggar perda sebagai ladang cuan pribadi. Mekanismenya disebut berjalan rapi mulai dari “setoran keamanan” hingga pemberitahuan sebelum razia.


“Sudah jadi rahasia umum. Ada tempat-tempat yang kebal razia. Mereka rutin setor agar aman,” kata salah seorang sumber di Selayar, Jumat, 31 Oktober 2025. “Pelanggar perda bukan ditindak, tapi dijadikan sumber pendapatan.”


Informasi yang dihimpun menunjukkan praktik itu marak di kawasan Benteng Selatan, Benteng Utara, dan Bontosunggu. Sasarannya antara lain tempat hiburan malam, kafe dengan izin terbatas, dan penjual minuman keras tanpa izin. Dalam beberapa kasus, razia disebut sekadar formalitas. Petugas memberi aba-aba lebih dulu agar pemilik usaha sempat menutup tempatnya sebelum tim tiba di lokasi.


“Setelah operasi lewat, mereka buka lagi seperti biasa,” ujar sumber lainnya. “Semua tahu permainan itu ada.”


Lebih jauh, sejumlah warga menyoroti soal barang bukti hasil razia yang tak pernah dimusnahkan secara terbuka. Padahal, hampir setiap tahun Satpol PP melaporkan penertiban terhadap minuman keras dan usaha tanpa izin.


“Selalu disebut banyak disita, tapi tidak pernah ada pemusnahan,” kata AF, warga Benteng. “Barangnya entah ke mana. Seolah hilang begitu saja.”


Kecurigaan publik makin kuat bahwa ada permainan dalam pengelolaan hasil sitaan dan penegakan perda. Di tingkat masyarakat, kepercayaan terhadap lembaga penegak aturan itu mulai luntur.


“Kalau dibiarkan, hukum bisa dibeli. Itu berbahaya,” ujar AF.


Ketika pelanggar perda dijadikan ladang cuan, hukum kehilangan makna. Seragam penegak aturan seharusnya simbol ketegasan, bukan alat tawar-menawar di lapangan. Jika praktik pengamanan berbayar ini benar terjadi, maka integritas Satpol PP Selayar tengah berada di ujung tanduk.


Kini, bola berada di tangan Pemerintah Daerah. Publik menunggu: apakah berani membersihkan lembaga penegak perda dari praktik kotor, atau membiarkan hukum daerah terus menjadi komoditas dagang di tangan oknum berseragam. (Tim)

Komentar

Tampilkan

Terkini